Jumat, 27 Maret 2009 | 23.30 | 3 Comments

STRATEGI PETA KONSEP DAN TUGAS PENULISAN JURNAL DALAM PEMBELAJARAN KIMIA


PENDAHULUAN
Mata Pelajaran Kimia merupakan salah satu mata pelajaran yang dianggap sulit bagi siswa saat ini. Akibatnya, banyak siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) yang tidak berhasil dalam belajar kimia. Djoyonegoro (dalam Kompas, 1995) menyatakan bahwa diantara para siswa SMA berkembang anggapan bahwa mata pelajaran MIPA terutama kimia merupakan mata pelajaran tersulit dan menjadi momok di kalangan mereka.
Hasil penelitian yang dilakukan Pendley, Bretz dan Novak (1994) menunjukkan pada umumnya siswa cenderung belajar dengan hafalan dari pada secara aktif mencari untuk membangun pemahaman mereka sendiri terhadap konsep kimia tersebut. Dengan demikian, untuk dapat memahami konsep-konsep dalam kimia diperlukan pemahaman yang benar terhadap konsep dasar yang membangun konsep tersebut


Kenyataan, pembelajaran kimia yang tampak saat ini adalah gaya mengajar guru yang selalu mendrill siswa untuk menghafalkan berbagai konsep tanpa disertai pemahaman terhadap konsep itu sendiri. Akibatnya, siswa tidak membangun pemahaman konsep-konsep kimia yang fundamental pada saat mereka belajar kimia. Ketidakmampuan siswa mengembangkan nalarnya untuk menggambarkan rumus struktur dari senyawa karbon, dan ketidakmampuan siswa dalam menguasai konsep dasar untuk menuliskan reaksi yang terjadi antara dua senyawa karbon merupakan salah satu contoh. Untuk itu, sangat diperlukan suatu kondisi belajar bermakna yang dapat menjadikan siswa dapat memahami konsep kimia karbon tersebut, salah satu caranya dengan menggunakan strategi peta konsep. Dengan demikian, sudah selayaknya para siswa SMA, diberikan pembelajaran bentuk lain; yang mengarah pada belajar bermakna dan kreatif. Sehingga diharapkan dapat memberikan perubahan ke tingkat yang lebih baik melalui strategi peta konsep (Concept Mapping) disertai tugas penulisan jurnal (Journal Writing) dalam setting pembelajaran konsep kimia yang didasari konstruktivisme.

PETA KONSEP
Menurut Novak (1984) dan Gawith (1988) peta konsep adalah suatu istilah tentang strategi yang digunakan guru untuk membantu siswa mengorganisasikan konsep pelajaran yang telah dipelajari berdasarkan arti dan hubungan antara komponennya. Hubungan antara satu konsep dengan konsep lain dikenal sebagai proposisi. Selanjutnya, peta konsep yang diperkenalkan oleh Novak pada tahun 1985 (Dahar, 1988) dalam bukunya Learning How to Learn, peta konsep merupakan suatu alat yang efektif untuk menghadirkan secara visual hirarki generalisasi-generalisasi dan untuk mengekspresikan keterkaitan proposisi dalam sistem konsep-konsep yang saling berhubungan.
Pada peta konsep, konsep dinyatakan dalam bentuk istilah atau label konsep. Konsep-konsep dijalin secara bermakna dengan kata-kata penghubung sehingga dapat membentuk proposisi. Satu proposisi mengandung dua konsep dan kata penghubung. Konsep yang satu lebih inklusif daripada konsep yang lain.
Dahar (1988) mengemukakan ciri-ciri peta konsep sebagai berikut:
1. Peta Konsep atau pemetaan konsep adalah suatu cara untuk memperlihatkan konsep-konsep dan proposisi-proposisi suatu bidang studi, apakah itu bidang studi fisika, kimia, biologi, matematika. Dengan menggunakan peta konsep, siswa dapat “melihat” bidang studi itu lebih jelas dan mempelajari bidang studi itu lebih bermakna.
2. Suatu peta konsep merupakan gambar dua dimensi dari suatu bidang studi, atau suatu bagian dari bidang studi. Ciri inilah yang dapat memperlihatkan hubungan-hubungan proposional antara konsep-konsep.
3. Tidak semua konsep mempunyai bobot yang sama. Ini berarti ada konsep yang lebih inklusif daripada konsep-konsep yang lain.
4. Bila dua atau lebih konsep digambarkan di bawah suatu konsep yang lebih inklusif, terbentuklah suatu hirarki pada peta konsep tersebut.

Dari ciri-ciri peta konsep di atas terlihat bahwa peta konsep dapat memperlihatkan jalinan antara konsep yang satu dengan lainnya, dimana konsep-konsep tersebut dihubungkan dengan kata penghubung sehingga terbentuklah proposisi. Konsep yang satu mempunyai cakupan yang lebih luas daripada konsep yang lain.
Novak dan Gowin (dalam Ebenezer, 1992) menyatakan bahwa manfaat peta konsep adalah untuk membantu siswa membangun kebermaknaan konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang baru dan lebih kuat pada suatu bidang studi. Gawith (1988) dan Sia. A.P. (1995) menyatakan manfaat peta konsep bagi siswa sebagai berikut:
1. membantu untuk mengidentifikasi kunci konsep, menaksir/ memperkirakan hubungan pemahaman dan membantu dalam pembelajaran lebih lanjut.
2. membatu membuat susunan konsep pelajaran menjadi lebih baik sehingga mudah untuk keperluan ujian.
3. membantu menyediakan sebuah pemikiran untuk menghubungkan konsep pembelajaran.
4. membantu untuk berpikir lebih dalam dengan ide siswa dan menjadikan para siswa mengerti benar akan pengetahuan yang diperolehnya.
5. mengklarifikasi ide yang telah diperoleh siswa tentang sesuatu dalam bentuk kata-kata.
6. membuat suatu struktur pemahaman dari bagaimana semua fakta-fakta (yang baru dan eksis) dihubungkan dengan pengetahuan berikutnya.
7. belajar bagaimana mengorganisasi sesuatu mulai dari informasi, fakta, dan konsep ke dalam suatu konteks pemahaman, sehingga terbentuk pemahaman yang baik dan menuliskannya dengan benar.

Selanjutnya, Gawith (1988) dan Sia. A.P. (1995) menyatakan manfaat peta konsep bagi guru sebagai berikut:
1. membantu untuk mengerjakan apa yang telah diketahui dalam bentuk yang lebih sederhana, merencanakan dan memulai suatu topik pembelajaran, serta mengolah kata kunci yang akan digunakan dalam pembelajaran.
2. membantu membuat susunan konsep pelajaran menjadi lebih baik sehingga mudah untuk keperluan ujian.
3. membantu menyediakan sebuah pemikiran untuk menghubungkan konsep pembelajaran.
4. membantu untuk berpikir lebih dalam dengan ide siswa dan menjadikan para siswa mengerti benar akan pengetahuan yang diperolehnya.
5. mengklarifikasi ide yang telah diperoleh siswa tentang sesuatu dalam bentuk kata-kata.
6. membuat suatu struktur pemahaman dari bagaimana semua fakta-fakta (yang baru dan eksis) dihubungkan dengan pengetahuan berikutnya.
7. belajar bagaimana mengorganisasi sesuatu mulai dari informasi, fakta, dan konsep ke dalam suatu konteks pemahaman, sehingga terbentuk pemahaman yang baik dan menuliskannya dengan benar.

Dari pendapat di atas, terlihat bahwa peta konsep tidak hanya berguna bagi siswa saja, melainkan bagi guru juga. Jadi, strategi peta konsep dapat membuat apa yang dipelajari siswa lebih mudah diingat dan dipahami, sedangkan bagi guru dapat menjadi suatu petunjuk bagaimana menghubungkan antara konsep yang satu dengan lainnya dalam suatu rencana pembelajaran.

TEORI KONSTRUKTIVIS DAN PETA KONSEP
Teori konstruktivis berkembang dari kerja Piaget, Vygotsky, teori-teori pemprosesan informasi, dan teori psikologi kognitif yang lain. Penganut konstruktivis berpendapat guru tidak dapat begitu saja memberikan pengetahuan jadi pada siswanya. Agar pengetahuan yang diberikan bermakna, siswa sendirilah yang harus memproses informasi yang diterimanya, menstrukturnya kembali dan mengintegrasikannya dengan pengetahuan yang dimilikinya. Dalam proses ini, guru berperan memberi dukungan dan kesempatan pada siswa untuk menerapkan ide mereka sendiri dan strategi mereka dalam belajar.
Ide pokok dari teori ini adalah siswa secara aktif membangun pengetahuannya sendiri. Otak siswa dianggap sebagai mediator, yakni memproses masukan dari dunia luar dan menentukan apa yang mereka pelajari. Jadi pembelajaran merupakan kerja mental yang aktif, dan bukan menerima secara pasif pembelajaran dari guru. Beberapa prinsip teori konstruktivis menurut Driver (Suparno, 1997:49) sebagai berikut:
1. Pengetahuan dibangun siswa sendiri, baik secara personal maupun sosial.
2. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari dosen ke mahasiswa, kecuali dengan keaktifan mahasiswa sendiri untuk menalar.
3. Siswa aktif mengkonstruksi terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ke konsep yang lebih rinci, lengkap, serta sesuai dengan konsep ilmiah.
4. Guru sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi siswa berjalan mulus.

Menurut pendapat ahli konstruktivis di atas, dalam pembelajaran siswa diharapkan mampu membangun pengetahuan sendiri berdasarkan pengetahuan sebelumnya. Guru bertindak sebagai fasilisator agar proses pembentukan tersebut berjalan sebagaimana yang diharapkan.
Pendekatan konstruktivis dalam pembelajaran, salah satu diantaranya menggunakan strategi peta konsep. Dalam pembelajaran ini siswa membangun pengetahuannya sendiri. Mereka tidak hanya menerima dan memantulkan kembali apa yang dijelaskan atau yang mereka baca. Siswa berusaha menemukan dan membuat sendiri struktur pemahaman dari konsep yang telah dimiliki dengan konsep yang baru.

STRATEGI PETA KONSEP YANG DISERTAI TUGAS PENULISAN JURNAL
Strategi peta konsep merupakan salah satu strategi dalam pembelajaran yang didasari konstruktivisme, yang digunakan guru untuk membantu siswa mengorganisasikan konsep pelajaran yang telah dipelajari berdasarkan arti dan hubungan antara komponennya. Ada beberapa langkah yang harus diikuti untuk membuat peta konsep, yakni:
1. Memilih dan menentukan suatu bahan bacaan
Bahan bacaan dapat dipilih dari buku pelajaran atau bahan bacaan yang lain seperti buku catatan atau LKS.
2. Menentukan konsep-konsep yang relevan. Mengurutkan konsep-konsep itu dari yang paling umum ke yang paling tidak umum (khusus) atau contoh-contoh.
3. Menyusun/menuliskan konsep-konsep itu di atas kertas. Memetakan konsep-konsep itu berdasarkan kriteria: konsep yang paling umum di puncak, konsep-konsep yang berada pada tingkatan abstraksi yang sama diletakkan sejajar satu sama lain, konsep yang lebih khusus di bawah konsep yang lebih umum.
4. Menghubungkan konsep-konsep itu dengan kata penghubung tertentu untuk membentuk proposisi dan garis penghubung.
5. Jika peta sudah selesai, perhatikan kembali letak konsep-konsepnya dan kalau perlu diperbaiki atau disusun kembali agae menjadi lebih baik dan berarti.
6. Dalam penskoran, peta konsep yang dibuat dalam bentuk menyatakan hubungan diberi skor 11, hirarki diberi skor 3, cabang diberi skor 7, dari umum ke khusus diberi skor 3, hubungan silang diberi skor 2, skor total 26.
(Ausubel, D.P., 1978; Novak J.D, 1984; Ault, Novak and Gowin, 1988).

Tugas Penulisan Jurnal (Journal Writing) merupakan pengembangan dari bentuk latihan yang direalisasikan dalam sebuah tulisan. Posamentier (1995:10-11) mengatakan bahwa dalam literatur psikologi diakui bahwa seseorang yang menyatakan secara verbal materi yang dipelajarinya akan mempunyai ingatan yang lebih baik, dan seseorang yang menuliskan konsep yang baru dipelajarinya mempunyai ingatan yang jauh lebih tepat dari seseorang yang tidak belajar demikian. Penulisan jurnal cukup potensial untuk mengembangkan konsep/materi yang telah diberikan guru (Galbraith dkk, 1996). Bagi siswa yang tekun mencari dan mengembangkan suatu konsep/materi dari sumber-sumber yang bervariasi dan mutakhir, penulisan jurnal akan efektif sekali (Gates, 1996). Stix (1994) menambahkan bahwa penulisan jurnal oleh siswa dapat mendorong mereka untuk mengembangkan konsep yang berguna bagi diri siswa dalam memahami konsep/materi.

KESIMPULAN

Sebahagian konsep-konsep kimia masih merupakan konsep yang abstrak bagi siswa, bahkan mereka tidak dapat mengenali konsep-konsep kunci atau hubungan antarkonsep yang diperlukan untuk memahami konsep tersebut. Untuk itu, sangat diperlukan suatu kondisi belajar bermakna yang dapat menjadikan siswa dapat memahami konsep kimia, salah satu caranya dengan menggunakan strategi peta konsep.
Strategi peta konsep dapat membuat apa yang dipelajari siswa lebih mudah diingat dan dipahami, sedangkan bagi guru dapat menjadi suatu petunjuk bagaimana menghubungkan antara konsep yang satu dengan lainnya dalam suatu rencana pembelajaran.
Jika guru melaksanakan strategi peta konsep disertai tugas penulisan jurnal dalam pembelajaran kimia yang didasari konstruktivisme sesuai dengan rancangan yang telah disusun, maka pemahaman siswa terhadap konsep kimia dapat meningkat.

PUSTAKA ACUAN
Dahar, R.W. (1988). Teori-teori Belajar. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti P2LPTK.
Djoyonegoro, W. (1995). Kimia Jadi Momok Karena Abstrak. Kompas12 Januari.
Hadiat. (1994). Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat di Indonesia. Jakarta:
Dirjen Dikdasmen Pusat Pengembangan Penataran Guru IPA.
Suparno, Paul. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Kanisius :
Yogyakarta.
Van den Berg, E. (1991). Salah Konsep dan Pengelolaan Data dalam Otak
Manusia. Jogyakarta:UKSW FPMIPA

.

3 komentar:

Anonim mengatakan...

halo myuliawan,
thx atas telah mendukung bangsa blogger free ppc advertising network.

Salam kenal dan sukses selalu

^_^

admin mengatakan...

Sebagian konsep kimia mmg merupakan konsep yang bersifat abstrak. Hal inilah yg menyebabkan siswa cenderung mengalami kesulitan untuk mengkonstruksi pemahaman secara tepat. mknya di perlukan suatu strategi pembelajaran yg tepat u/ masing2 materi pelajarannya.

jasa seo murah mengatakan...

bagus sekali strateginya ya

Posting Komentar

Dapatkan uang yang banyak dari website Anda, 100% profit milik Anda sendiri klik disini
Jutaan rupiah setiap minggu dari reseller produk software unggulan dan boleh di copy lagi ! klik disini
Kesempatan dapat uang terbaik yang ada di seluruh internet saat ini. klik disini
Belajar e-bisnis sendiri, untuk mendapatkan income jutaan rupiah setiap bulan... klik disini
Mulailah bisnis internet Anda sendiri. Tersedia paket software yang boleh Anda jual kembali. Info selengkapnya klik disini
 
Copyright MY OCCUPATION © 2010 - All right reserved - Using Blueceria Blogspot Theme
Best viewed with Mozilla, IE, Google Chrome and Opera.