Komponen fenol digunakan sebagai komponen antimikroba atau antiseptik sejak 1867 pada mulanya “asam karbon” oleh Joseph Lister untuk membersihkan peralatan dan dalam prosedur pembedahan. Penggunaan fenol menurun di akhir tahun, sebagai akibat toksisitas yang tinggi dan aktifitas antimikroba yang relatif rendah, komponen fenol lain dikenalkan, penting dalam pangan sebagai antimikroba, sekarang ini yang disetujui untuk digunakan dalam makanan (akil ester dari asam p-hidroxibenzoat) dan terdapat secara alami dalam makanan atau ditambahkan pada makanan setelah proses (fenol membentuk polifenol).
Di banyak negara, mengijinkan metil dan propil ester p-hydroxi benzoate (paraben) untuk penambahan langsung pada makanan sebagai antimikroba. Bab selanjutnya akan ditinjau karakteristik komponen ini yang bervariasi antara etil, butil, dan heptil ester yg disetujui untuk digunakan dalam makanan oleh beberapa Negara.
Paraben memiliki struktur dasar seperti gambar berikut
Pelaopran pertama mengenai aktivitas antimikroba dari paraben datang dari Sabalitschka dan coworker pada awal 1920an (Prindle, 1983). Esterifikasi golongan karboksil dari asam benzoat membuat molekul tidak terdisosiasi sampai pH 8.5 dibanding disosiasi normal asam benzoat pada pH 5.0 (Busta dan Foegeding, 1983). pH optimal untuk aktifitas antimicrobial asam benzoat adalah 2.5 – 4.0; paraben efektif pada pH 3-8 (Aalto et al., 1953; Chichester dan Tanner, 1972).
Aktivitas antimikroba paraben terhadap berbagai jenis bakteri Gram (-) dan (+) pada pangan (Tabel ). Perlu dicatat, bahwa telah dilakukan penelitian dengan strain bakteri yang berbeda, kondisi inkubasi (pH, waktu, temperatur), media, teknik pengujian kadar logam, dan analisis data. Karena perbedaannya sulit untuk membandingkan hasil penelitian yang berbeda, kecuali secara relatif.
Darwis dan Bloomfield (1997) mengevaluasi efek pelarut etanol, propilen glikol, dan gliserol pada aktivitas metil dan propil paraben terhadap Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa. Aktivitas antimikroba dari paraben meningkat dengan meningkatnya hidrofobisitas dari larutan, semakin sangat besar dengan larutan paling hidrofobik, etanol. Dalam perbedaan, kemampuan paraben ternyata ditentukan oleh hidrofobisitas larutan, dengan gliserol menyebabkan kemampuan yang terbesar oleh sel. Kemampuan tidak berkorelasi dengan penghambat. Dapat disimpulkan penghambat adalah kombinasi antara aksi larutan dan paraben pada gabungan di bagian luar membran (P. Aeruginosa) dan sitoplasma (kedua genus).
Meskipun mekanisme aksi paraben belum jelas, penelitian yang beragam menunjukkan komponen mungkin sangat aktif pada membran sitoplasma. Kebocoran komponen intraseluler mengindikasi gangguan membran sitoplasma. Furr dan Russell (1972) mendeteksi kebocoran intrasel RNA dari Serratia marcescens dalam pemberian paraben. Jumlah kebocoran sebanding dengan panjang rantai alkil paraben.
Freese et al. (1973) menemukan bahwa paraben menghambat kecepatan serin sebaik oksidasi ฮฑ-gliserol fospat dan NADH dalam gelembung membran Bacillus subtilis. Mereka menyimpulkan paraben mampu menghambat membran transport dan sistem transfer elektron. Eklund (1980) melakukan penelitian serupa menggunakan E. coli, B. Sutilis, P. Aeruginosa. Dia menentukan kecepatan alanin dari sel utuh, dan dia menentukan penurunan kecepatan alanin, serin, fenilaalanin, dan glukosa dari gelembung. Paraben umumnya menyebabkan penurunan kecepatan asam amino tetapi tidak pada kecepatan glukosa.
Eklund (1980) menyatakan itu dikarenakan paraben diketahui menyebabkan kebocoran komponen sel, mereka mampu menetralisasi energi kimia dan listrik yang membuat membran normal. pada penelitian lanjutan dengan E. Coli, Eklund (1985b) menemukan bahwa paraben mengurangi ∆pH dari membran sel organisme. Dalam perbandingan, komponen tidak terlalu memberi efek. Komponen membran potensial dari energi daya proton dan kemudian penghambatan transpor tidak hanya mekanisme penghambatan paraben.
Status Pengaturan
Di Amerika, metil dan propil ester asam p-hidroksibenzoat umumnya diakui aman (GRAS) pada konsentrasi masing-masing maksimum 0,1 %. Ketika dikombinasi, totalnya tidak melebihi 0,1 %. Metil dan propil disetujui sebagai agen antimikotik dalam bahan pengemas makanan. N-heptil ester juga disetujui untuk digunakan dalam fermentasi minuman gandum (bir) pada maksimum 20 ยตg/mL. Di Uni Eropa, metil, etil, dan propil ester diizinkan untuk digunakan dalam makanan. Beberapa negara lain mengizinkan metil dan propil ester termasuk jepang, mengizinkan butil ester. Food and Agriculture Organization/Worl Health Organization (FAO/WHO)sebagai ahli bahan tambahan makanan mendaftar spesifikasi untuk metil, butil, etil, dan propil ester paraben.
Aplikasi
Metil dan propil paraben normal digunakan dalam kombinasi 2:1 – 3:1 (metil:propil). Chichester dan Tanner (1972) merekomendasikan tes awal dalam makanan dengan 0,05% kombinasi dari 2:1 metil:propil paraben. Dalam makanan lemak tinggi, mereka merekomendasikan 0,1% dari kombinasi metil:propil paraben.
Senyawa tersebut ditambahkan ke dalam makanan dengan melarutkannya ke dalam air, etanol, propilen glikol, atau produk makanan itu sendiri. Untuk membuat larutan yang encer, air dalam kondisi suhu ruang; walaupun, air panas (70oC-82oC) direkomendasikan (Chichester dan Tanner, 1972). Senyawa itu mungkin juga dapat dicampur secara kering dengan komponen larut air sebelum ditambhakan ke dalam makanan. Paraben mungkin dilarutkandalam etanol atau propilen glikol untuk membuat persediaan larutan 10%-20%.
Paraben dianggap dapat digunakan dalam berbagai macam makanan (Table 9.4). walaupun, tidak banyak digunakan dalam makanan. Menurut Luck dan Jager (1997), paraben memiliki rasa yang nyata pada konsentrasi penggunaan; walaupun, sumber lain berpendapat lain (Aalto et al., 1953; Mallinckrodt, n.d.). penambahan pada produk-produk lainnya dilaporkan telah diuji dengan paraben termasuk margarin, mentega, es, manisan, sirup maple, dan daging (Chichester dan Tanner, 1972).
Dengan perkembangan pengemasan antimikroba, paraben dipelajari karena berpotensi dalam polymeric film. Dobias et al (2000) menggabungkan etil dan propil paraben menjadi polietilen film densitas rendah pada 5 dan 10 mg/kg. Chung et al. (2001a,b) mempelajari aktivitas pelepasan dan penghambatan propil paraben dari lepisan copolymer styrene-acrylate. Mereka menunjukkan propil paraben tidak hanya dilepaskan dari lapisan polimer tetapi dapat menghambat pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae lebih baik daripada penambahan komponen secara langsung.
Dalam tes subkronis, 500 mg/kg metil paraben tidak menyebabkan efek penyakit pada kelinci lebih dari 6 hari, sedangkan 300 mg beracun bagi hewan (Luck dan Jager, 1997). Luck dan Jager (1997) juga melaporkan pemberian 2-20 mg/kg per hari ester paraben “rendah” pada kelinci, marmot, atau tikus tidak menyebabkan efek yang berbahaya setelah 120 hari. Tikus diberi 60 mg/kg per hari selama 30 hari juga tidak menunjukkan efek.
Untuk tes toksisitas kronis, tikus putih diberi makanan mengandung 2% (0,9-1,2 g/kg/hari) dan 8% (5,5-5,9 g/kf/hari) masing-masing ari metil dan propil paraben (Matthews et al., 1956). Setelah 96 minggu, hewan pada level 2% tidak ada penambahan berat atau perubahan organ di dalam organ dalam. Pada 8%, diamati sedikit penghambatan pertumbuhan. Penelitian yang sama ditemukan bahwa anjing kampung dapat mentolerir dosis harian 1 g/kg metil dan propil ester selama 1 tahun tanpa efek penyakit. Sampel jaringan hewan ini normal.
Paraben diabsopi dari organ pencernaan, dan hubungan ester dihidrolisa dalam liver dan ginjal (Jones et al., 1956). Hasilnya asam p-hidroksibenzoat dikeluarkan dalam urin tanpa perubahan atau sebagai asam p-hidroksibenzoat, ester asam glukuronat, atau sulfat (Luck dan Jager, 1997). Kebanyakan metabolit paraben dikeluarkan dalam 6 dan 24 jam berturut-turut melalui pembuluh darah dan dosis konsumsi (Jones et al., 1956).
Matthews et al. (1956) melaporkan tidak ada ester yang membuat iritasi pada kulit manusia pada konsentrasi 5 %. Epstein (1968), melaporkan paraben dalam makanan dihubungkan dengan infeksi kulit. Iritasi kulit melibatkan paraben telah dilaporkan, walaupun berhubungan dengan penggunaan pokok (Reitschel dan Fowler, 2001). Konsentrasi yang diperlukan untuk memperoleh reaksi biasanya tinggi, dan tidak ada mekanisme yang diketahui untuk sensitivitas (Soni et al., 2001). Denikian pula, reaksi alergi telah dilaporkan dengan paraben, tetapi fakta-fakta alerginitas dari senyawa ini kurang (Soni ei al., 2001).
Source :
http://lordbroken.wordpress.com/2010/07/06/paraben-dan-kemampuan-antimikrobanya/
4 komentar:
harus benar2 dikurangi makan makanan mie instan
Wuih..rumus-rumus yang bikin kening saya berkerut bang.
luar biasa artikel ini
Terimakasih info-nya. Sangat membantu tugas saya....
Posting Komentar